Sabtu, 12 Desember 2015

Haru biru pekerjaanku-- Perjalanan 2015

Kerja yang paling enak adalah hobi yang dibayar. Kata orang begitu, tapi bagiku itu di luar dugaan.

Ceritanya sudah hampir 12 bulan aku mulai merasakan ‘lenggang’. Aku berupah tapi dari uang orang tua. 2 Bulan pertama dari bulan Januari sampai Februari, Aku isi dengan kegiatan yudisium dan wisuda. 

Ketika SKL (Surat Keterangan Lulus) sudah didapat, aku berusaha menjadi Tarzan yang terjun ke hutan. Kata orang Welcome to The Real Jungle, kamu harus berjuang demi mendapat pekerjaan dengan upah yang layak. 

Karena kamu S1 patok hargamu di atas UMR, begitu kata Ayah. Tapi entah kenapa masih ada pikiran dan hati yang mengganjal. Terlebih, tak ada bayangan sama sekali aku akan kerja di kantoran.

Aku mulai melamar di perusahaan ini itu, aku menjalaninya sejak sebelum wisuda. Mengikuti job fair, membuat CV dan tetek bengeknya hingga membeli baju yang pantas untuk menghadapi dunia kerja. 

Itu semua ku lakukan demi apa? Demi uang ternyata, demi menjawab pertanyaan tetangga ‘Kerja dimana sekarang?’, dan demi status sosial sebagai wanita karir.

Setelah wisuda bulan Maret ada panggilan pertama dari sebuah perusaan makanan di Surabaya, aku merasakan apa yang namanya interview awal. Gugup, membeku, kagok semua ku alami padahal cuma ditanya kegiatanmu sehari-hari apa?. Panggilan kerja pertama gagal, tak masalah aku masih santai menanggapinya.

Tak lama sekitar bulan April hingga Mei perusahaan kereta api memanggilku untuk mengikuti tes di Madiun, Tes Administrasi--Interview Awal--Psikotes--Kesehatan hingga Interview User. Rentetan itu ku ikuti hingga akhirnya gagal. Aku sedikit mengecewakan orang tua karena gagal di perusahaan BUMN. Ya, tau sendirilah bekerja di BUMN adalah pekerjaan termakmur untuk masa depan.

Bulan Juni dan Juli ku habiskan masa menghadiri Job Fair hampir setiap minggu aku datangi meski tak membuahkan hasil. Entah kenapa aku masih woles dan masih tak ada gambaran bahwa aku akan berada di kantoran.

Setelah itu sekitar bulan Agustus aku kembali dipanggil perusahaan untuk menjalankan interview, beberapa kali malah. Dari klinik kecantikan, pabrik sarung dan Industri pembuat spare part motor. Perusahaan dengan nama besar sering kali memanggilku tapi nyatanya masih gagal juga. Aku cuma senyum-senyum aja, menyerahpun tidak, sesekali bingung iya. Mungkin mulai merasakan 'tak nyaman' berada di rumah terus menerus.

Sejak itu aku mulai berpikir, mungkin aku harus mulai merubah pola kegiatan agar tidak monoton. Kenapa aku harus frustasi untuk getol mendapat pekerjaan kantoran jika memang jalannya tidak pernah di situ.

Terkadang feeling itu selalu kutepis, berasa membohongi diri sendiri bahwa sesungguhnya aku juga tak pernah ada bayangan untuk bekerja di perusahaan dengan nama besar. Jangan-jangan aku nanti punya perusahaan senidiri? sempat aku iseng berpikir demikian. 

Terlalu fokus mencari pekerjaan membuatku lupa untuk menggali potensi lain yang kumiliki. Menulis, Fotografi, Membuat kerajinan tangan. Iya, aku suka homemade. Aku suka mengumpulkan benda-benda kecil untuk dijadikan koleksi, bahkan mainan koin-koinan waktu SD masih ada. 

Bulan September, masih mengikuti job fair hingga aku hafal di luar kepala bagaimana sistemnya, tapi masih tak ada hasil. Mungkin aku butuh piknik. Ku buka lagi blog lamaku, menuliskan sebuah cerita yang telah lama tak pernah kutekuni lagi. Saat ku publish aku ingin sesuatu yang baru, Oh..ya aku publish saja di komunitas. 

Satu cerita yang ku publish di komunitas baruku justru lebih membuahkan hasil meski hasilnya bukan materi. Ceritaku banyak dinikmati banyak orang, tepatnya para pecinta K-Pop. Banyak pujian yang kudapat, hingga ada satu rasa yang telah lama hilang muncul kembali. Passion.

Aku jadi happy, seperti keluar dari belenggu. Aku merasa kabur dari dunia nyata melalui tulisan, melalui khayalan Korea yang mestinya sudah ku tinggalkan. Nyatanya aku tak pernah bisa move on, aku masih pulang kampung. 

Menjadi sang pemimpi, lalu muncul sebuah doa. Doa dari anak cerewet yang suka berkhayal. Berharap ada yang bisa mempercayai passionku untuk di bayar. Entah itu tulisan atau hasil fotoku.

Sepertinya tak mungkin, bodohnya lagi aku masih minder-mindernya untuk mempertontonkan tulisanku yang abal-abal. Pasti tak ada yang percaya.

Pertengahan September setelah ku update status di BBM perihal cerpenku, satu hal yang masih kuingat dan  cepat sekali Tuhan menjawab doaku. Ada satu tawaran berupa lowongan pekerjaan untuk menulis artikel. Aku hening. Merasa senang tapi juga aneh. 

Senang sebab Tuhan masih bercanda denganku, aneh karena tak percaya ternyata pekerjaan itu ada dan datang menghampiriku. Kupikir matang-matang tapi tak ada salahnya mencoba. Aku meng-iya-kan tawaran itu, namun lagi-lagi Tuhan selalu suka tarik ulur. Aku ditolak. 

Kesempatan selalu cepat datang dan juga cepat pergi. Aku diam saja, kubiarkan itu berlalu. Toh untuk menuju hobi yang dibayar bukan perkara mudah. Mengingat hobiku yang satu ini adalah menulis. Aku bisa jadi wartawan, aku bisa jadi penulis tapi masih belum ada tuntutan ke sana. 

Setengah otakku masih dipengaruhi oleh sistem-sistem kekal yang menyatakan bahwa harus bekerja menjadi buruh, bukan dibentuk untuk meyakini bekerja sesuai passion. Congrats-lah bagi yang bisa bekerja sesuai passion, seribu satu. Tapi sepertinya jauh dari pemikiranku.

Akhir September, telingaku kembali mendengar ada kesempatan emas dari seorang teman sekaligus rekan kerja bisnis online shopku. Dia menawarkan jika temannya membuka lowongan penulis. Ada rasa ragu tapi juga ingin mencoba lagi. Akhirnya dengan tekat yang kuat dan kepercayaan diri maksimal aku kirimkan melalui email contoh tulisanku. 

Judulnya kalau tidak salah 'Jangan Pernah Remehkan Galau, Dia Punya 6 Manfaat Yang Perlu Dipahami'. Kala itu, aku memang suka menulis tulisan yang bisa ku selipi acara curhat.

Beberapa hari kutunggu sambil memikirkan kemungkinan terburuk. Pertanyaan-pertanyaan sering kali timbul tenggelam. Apa sudah tepat keputusanku. Apa aku sudah menyerah untuk mencari pekerjaan yang diinginkan orang tua dan tetangga? Sebagai wanita karir yang bekerja dikantoran dengan ruangan ber-AC ?

Kalau memang jalanku adalah hobi yang dibayar, mungkin aku harus terjun dulu dari pada sekedar berangan-angan.

Mungkin hari sabtu, masih akhir bulan September, tulisanku terpilih dan aku harus bertanggung jawab. Aku diterima menjadi salah satu penulis freelance di web yang akupun tidak tau namanya. 

Setelah ba—bi—bu melalui proses komitmen dan briefing aku mendeklarasikan diriku sebagai pekerja freelance. Aku mendeadline diriku sendiri, dibulan pertama aku akan rehat mencari pekerjaan lain. Istilahnya aku harus menikmati dulu, mencari pengalaman bekerja untuk pertama kalinya. Meski bekerja di rumah, mengandalkan tethering dan leptop. 

See, ternyata bukan pekerjaan kantoran yang datang. Feelingku terbukti kali ini tapi itu tak menentukan apapun. Perjalananku masih panjang.

1 Oktober, hari ulang tahun sekaligus lahirnya Wovgo

Wovgo nama website yang aku naungi sekarang, sejak 1 Oktober 2015.



Aku terus berkata bahwa Tuhan bercanda padaku tiap bulannya, dan sekarang DIA memberiku kejutan kecil tepat di hari ulang tahunku sebuah pekerjaan. Antara bersyukur dan dag dig dug. Aku tak punya pengalaman apapun selain menyukai kata-kata, bahkan aku sudah jarang untuk membaca buku. 

Jalani saja pasti ada titik temu.

November 2015, mendekati akhir tahun. Ternyata aku bisa enjoy bekerja dengan cara seperti ini. Apa mungkin masih semangat-semangatnya atau entah bagaimana yang jelas aku dibawa menjelajah ke tempat-tempat yang tak pernah ku rasakan sebelumnya. 

Menulis tema yang bermacam-macam. Sehari 3 artikel, jika ditotal bisa mencapai 50an lebih artikel per bulan. Itu adalah tantangan tersendiri. Ah..andai kedua orang tuaku bisa membacanya. Mungkin mereka merasakan apa yang aku rasakan. 

Aku cukup menjadi introvert ketika di rumah. Ekstrovert ketika dihadapan leptop dan bertemu teman-teman lama ataupun yang baru. Beberapa dari mereka mendeskripsikanku sebagai ‘Goddess of Ngecemes’. Tapi jika di rumah aku memilih diam seribu kata kalau disuruh mengungkapkan soal perasaanku yang sesungguhnya.

Pertengahan November, aku mulai goyah. Goyah karena tekanan dari keluarga yang masih menuntutku mencari pekerjaan. Mau tak mau aku kembali melamar di berbagai perusahaan. Aku mendapat panggilan dari perusahaan wafer dan biskuit lagi. Masih dengan embel-embel perusahaan besar dan aku melalui berbagai tes. Interview awal--Psikotes--Interview User hingga Tes praktik sosial media. Mengesankan, aku diiming-iming gaji 3 kali lipat lebih besar dari gaji freelanceku. 

Di momen-momen itu, rasanya kacau. Tuhan selalu bermain-main denganku. Memberi pilihan yang rumit. Yang bisa kulakukan adalah memikirkan kemungkinan yang terjadi. ‘Jika aku diterima’ dan ‘Jika aku tidak diterima’ hanya rencana sistematis yang membuatku tenang. 

Ketika menjalani tes, aku berkata bahwa aku bekerja di Wovgo, aku senang menjalani pekerjaanku sekarang dan berniat ingin tetap melanjutkan. Kasarannya, aku menawarkan diri agar perusahaan itu mau menerima kondisiku yang seperti ini dengan semua konsekuensi yang siap ku pertanggung jawabkan. 

Dititik itu jujur adalah cara terbaik. Ucapan itu keluar dengan polosnya. Tak lama, hasilnya adalah aku tidak diterima. 

Menanggapi hal itu, antara suka dan duka. Suka karena ternyata aku masih bisa utuh dengan pekerjaan yang merupakan passion, dukanya adalah aku tak membawa kabar baik bagi ke dua orang tuaku. Semua memang butuh pengorbanan.

Parahnya lagi, masih di bulan yang sama aku mendapat 3 panggilan sekaligus. 2 yang lainnya adalah salah satu media cetak dan perusahaan saham. Namun aku tidak pernah datang karena alasan bentrok jadwal tes perusahaan biskuit tadi.

Sekarang, kalau ditanya ke depannya seperti apa. Ini udah masuk bulan Desember loh. Mungkin aku harus menunggu kejutan lain dari Tuhan. Yang terpenting, aku harus komitmen pada diriku sendiri. Pelajaran yang sesungguhnya adalah fokus pada hal yang ingin dicapai. Tahun depan aku harus mencapai apa. 

Terbelesit keinginan untuk menyegerakan menikah mungkin itu bisa jadi resolusi di tahun 2016. Aku tidak pernah munafik, aku hanya seorang wanita yang punya impian besar tapi juga ingin kurintis sendiri.

 Bisa dibilang tidak bermain terlalu keras tapi juga butuh uang. Ingin mandiri tapi juga butuh pendamping masa depan.

Ah..sudahlah.

by : Indah

Sabtu, 03 Oktober 2015

Last Kiss - Lucky


Poster by Laykim @ Indo Fanfictions Arts

Chapter sebelumnya >> Last Kiss 1 >> Last Kiss 2
 

Summary :
“Maaf. Aku berhak menutup rasa cinta dengan alasan takut terluka lagi. Takut membuat pintu hatiku rusak kembali”
****
“Hahahahaaaa….. sejak kapan kau masuk dan menjadi seorang angkatan. Pantas kau hitam sekarang. Ingat, waktu jaman kita sekolah? Kau tak pernah se-laki-laki ini” Tawaku lepas. Kai hanya memberikan senyum malunya saat itu.

Tuhan, aku mohon hentikan pertemuan-pertemuan lain yang hanya membuatku terluka.

****

Hari ini aku bangun terlampau siang. Benar-benar siang. Jam 11 siang. Untung hari libur, senyumku senang. Aku beranjak dari tempat tidur merapikan hal-hal yang perlu dirapikan. Kepalaku sedikit pening kebanyakan tidur. Sebotol air sisa jalan-jalanku bersama Kai terpampang di meja sebelah kasurku kemudian kuteguk. Kai? Terurai semua ingatan betapa kemarin aku melakukan perjalanan meriah bersamanya.

Kuletakkan botol minum itu, mataku tertuju pada kartu undangan yang sudah terlipat-lipat.

Loh..ini undangan milik Sehun, kenapa masih disini? Seingatku 3 bulan yang lalu sudah ku kemas dalam tong sampah. Sekarang kembali lagi. Ah..sudahlah.

Kuhembuskan nafasku lega, kupandangi undangan itu lekat-lekat memastikan kembali bahwa hatiku baik-baik saja. Hatiku sudah mulai menata kepingan lara. Setelah Sehun menikah dengan Na Eun segalanya menjadi sepi. Aku menyadari bahwa jalan hidupku seperti ini. Ada saat aku harus berhenti, berhenti untuk memaki pada Tuhan. Berhenti meminta diturunkannya pangeran untuk mengobati hatiku yang gersang. Benar. Aku harus bangkit tapi tidak untuk memulai lagi, tidak untuk mengingat Kris, Sehun ataupun yang lainnya.

Tuhan sedang seadil-adilnya, aku terlalu banyak memaksa perasaan.

Kutenangkan diriku sejenak, merelakan semua yang tak pernah mudah tapi harus kulakukan. Telponku berdering.

“Hallo? Kai?”

Suara Kai tampak kecil.

“Hallo? Putus-putus….via Line saja”

Tuttt….

Aku hening. Ada apa dengan Kai?

Line....

Pop up Line muncul begitu saja. Kuperhatikan dengan seksama, tertulis dalam layarku sebuah nama Anti Baekhyun. Ah…Kakak. Aku mendesah malas. Dia mengirimiku emot kiss kiss tidak jelas.

Aku sudah di depan rumahmu lohh~~ :* :*

Kenapa harus ku sebut anti Baekhyun karena aku benar-benar anti dengan kakak laki-lakiku yang satu ini. Dia overreacting.

Aku berjalan keluar kamar dengan malas-malasan. Ku lempar handphoneku ke kasur berseprei pink. Handphone itu mental, mungkin terlau keras kulempar. Dia terbang tinggi-tinggi hampir sedadaku lalu kutangkap sekenanya. Line muncul lagi. Kini dari Kai.

Kapan kita bisa bertemu lagi?


Sebelum kubalas Line milik Kai, pintu depan sudah menggedor-nggedor. Ohh men..sudah terlanjur ter- Read

“Iyaa kak! Aku datang…” Teriakku sambil melempar hapeku kembali.

Kakak teroverku kembali dari hutan. Dia memelukku erat, antara menyeruduk atau memeluk aku tak tahu, yang kurasakan adalah perasaan mahalega. Kakak kembali dan aku tetap sentimen terhadapnya.

“Rinduuuuuu”. Wajah kakak tenggelam dalam dekapan. Karena dalam dekapan semua beban terasa lenyap. “Hei, kau tadi memanggilku kak? Senangnya….” Dia semakin memelukku erat.

“Jangan gila, Baek. Itu hanya dalam mimpimu saja” Balasku singkat sok sinis.

“Ahh..kau ini, bagaimana? Apa ada yang berubah dalam hidupmu?”

“Tentu saja! Tunggu, yang mestinya bertanya adalah aku. Kau tau betapa ibu khawatir tentang dirimu. Kau memberi kabar seminggu sekali dan itu tidak pasti. Aku tau kau seorang dokter yang entah dinas dihutan antah berantah mana aku tak tau. Setidaknya beri kami penjelasan dimana kau berada. Bukan sekedar transfer uang, bukan sekedar Skype!”.

Aku sedikit tersengal. Iya, si Baekhyun ini berprofesi sebagai dokter. Salah satu dokter di Rumah Sakit terkenal di Korea. Dulu kami sekeluarga tak pernah takut kehilangan Baekhyun tapi sejak dia ditempatkan di daerah terpencil kami mulai jauh. Aku sayang padanya sekaligus merasa jauh dan beginilah kami sekarang. Menjalin komunikasi melalui layar Skype. Aku sinis karena dia benar-benar menyebalkan.

Kini, wajahnya tampak sayu, bajunya bau pohon pinus. Menggotong tas ransel yang tak tau isinya apa. Dia benar-benar seperti Tarzan tapi masih Baekhyun itu. Baekhyun yang masih hangat meskipun aku menggerutu, Baekhyun yang masih manis-manis meskipun aku tak pernah menyebutnya kakak. Tak pernah kupanggil kakak, entahlah karena itu seperti ada gap antara kami berdua ketika kami saling memanggil kakak adik.

Aku tak tega cerewet lagi dihadapannya tapi tetap saja bibirku tak pernah bersabar menghadapi dia. “Kau sudah menghubungi Ibu kalau datang ke sini?”

“Sudah”

“Apa katanya?”

“Tidak ada yang perlu dicemaskan”

Dia bergitu santai dalam menjawab. Seolah-olah tak pernah terjadi apa-apa. Kau kakak yang paling kusayang sekaligus yang paling membuatku meradang. Aku dibuat bertanya-tanya kenapa aku harus dipertemukan dengan berbagai macam pria yang membuatku gelap gulita. Tidak juga Kris, Sehun dan sekarang Baekhyun. Hhhh….keluhku panjang.

“Hei aku lapar” ucapnya spontan.

“Tinggallah di sini semalam, besok segera hengkang dan berpulang sana ke rumah Ibu dan Ayah!”

“Hahahaha….aku sudah video call….” Lagi lagi video call, aku menggerutu “Aku bilang aku tinggal di rumah K-I-M S-A-N-N-Y sampai aku dipindah tugaskan di dekat rumah seperti dulu”

Dia benar-benar mengejekku.

“Oh…nice!!! Untuk yang dipindah tugaskan dan Shit!! Untuk yang tinggal di rumahku” Ekspresiku campur aduk seketika.

****

Aktivitas di mulai lagi. Ada yang aneh dengan Baekhyun sebelum aku berangkat ke kantor. Dia menatapku, tersenyum-senyum polos sambil mengenakan piyama garis-garis. Rambut acak gaul itu membuatku muak melihatnya. Ah,,mungkin perasaanku saja. Kemudian kuhembuskan perasaan setengah lega mengingat bahwa kakakku kembali tanpa masalah. Semalaman aku dan Baek mulai membicarakan hal-hal yang semestinya dibicarakan sebagai kakak adik, mulai dari pekerjaanku sekarang, rencana Baek kedepannya seperti apa, hingga kisah percintaan kami. Baek sudah punya kekasih dan nyatanya dia tak pernah cerita sedikitpun. Tapi itu semua setimpal, karena aku juga tak berbagi apapun sampai malam kemarin. Baekhyun hanya tertawa mendengar kisah tragisku ditinggal Kris kemudian Sehun. Baek dengan lagaknya sok tampan itu berkata bahwa aku seharusnya sudah dititik lelah.

‘…maka rapikan saja hatimu, tidak usah menunggu yang baru’

Ku telaah kembali perkataan Baek malam itu, mungkin Baek ada benarnya. Sesekali bolehlah aku menuruti perintahnya.

Ada suara berdering di hapeku. Hape? Ah…belum kubalas pesan Kai sejak kemarin. Aku lupa. Dengan segera kutekan hapeku pelan-pelan, membuka kuncinya dengan sekali usapan. Memilih aplikasi Line lalu mencari-cari nama Kai di tumpukan spam spam yang….tidak…je-las.
Mataku melotot melihat pesan Kai sudah terbalas rapi dan manja-manja. Dibajak.

“B-A-E-K-H-Y-U-N!!!!!!!” teriakanku mungkin sudah menguar seantero kantor.

****

“Apa ini maksudnya, Baek!!???” Kujambak rambutnya jengkel, dia nyengir kesakitan.

“Aa…aaa…kau ini pulang-pulang…seharusnya mengucapkan ‘aku pulaangg’ bukan berderap menghampiriku lalu…aaa…aa ” Semakin dia cerewet semakin keras genggamanku. “ampuuun….”

Kini aku terduduk kesal. Masih mengenakan setelan kerja, ku sodorkan handphoneku padanya, memaksa tatapan Baekhyun tertuju pada layar. Dia seakan-akan menuruti perintahku dan mulai manggut-manggut membaca setiap chatnya dengan Kai menggunakan akunku.

Kai : Kapan kita bisa bertemu lagi?

Kim Sanny : Maaf, Kai aku baru membalas chatmu malam-malam. Aku dikejutkan dengan kedatangan kakak tercinta siang tadi…^^

Kai : Oh, tak apa. Baekhyun maksudmu? Sudah lama aku tak pernah melihat dia, terakhir kali aku bertemu dia, waktu kita perpisahan SMA bukan?

Kim Sanny : Ahh..kau masih ingat yaaa…aku jadi terharu loh.

Kai : Sepertinya ada yang aneh denganmu.

Kim Sanny : Ah tentu saja tidak. Itu hanya perasaanmu saja khekhe…

Kai : Jadi bagaimana soal tawaranku?

Kim Sanny : Tawaran apa?

Kai : Aku ingin kita bisa bertemu lagi setelah aku bebas tugas Negara. Mungkin aku juga bisa bertemu Baekhyun lagi.

Kim Sanny : Hei bocah, jika kau ingin bertemu dengan Sanny,  kau harus memanggilku kakak…*smirk


“Kau masih tidak mau mengaku bahwa ini semua adalah ulahmu, Baek?” Kujewer telinganya sekarang “Berhentilah untuk kekanak-kanakan..” Sudah tak berdaya lagi aku memakinya kecuali mataku ini sudah sibuk berputar lelah.

Kai mengaduh lagi, ada raut wajah merah dipipinya. Samar, antara malu dan jahil, “Aku hanya tidak sanggup membiarkan handphone itu mengagur itu saja” Baek masih berkilah “Jadi sekarang kau dan Kai….”

“Kami hanya teman biasa!” Kutegaskan dengan sekali hentakan.

“Kai..Kai yang pernah jatuh cinta padamu itu, dan kau sempat menolaknya kan?” Baek berusaha mengingat masa lalu “…tadi menyebut-nyebut tugas Negara? Dia ikut militer?”

Aku dengan menyerah mulai menceritakan sedikit kisahku soal Kai. Benar adanya, bahwa Kai sempat mengutarakan perasannya padaku tapi itu dulu waktu aku masih duduk dibangku sekolah menengah. Aku lupa-lupa ingat, terlontar begitu saja dari mulutnya. Waktu itu pesta prom sekaligus perpisahan. Aku tak membawa siapapun waktu prom jadi aku membawa Baekhyun. Itu hal paling bodoh yang pernah kulakukan. Baek justru sibuk bercanda dengan gadis-gadis lain. Di saat itu pula, insiden antara aku dan Kai terjadi. Ada alasan kenapa aku tak bisa menerimanya saat itu, aku masih ingin focus kuliah. Ya, pikiran anak SMA. Dengan kesabaran,
Kai hanya tersenyum seolah memahamiku dan sekarang dengan senyumnya juga dia hadir mendatangiku.

Masih ku ingat bagaimana tampilannya waktu itu, dia datang sendirian juga waktu Prom. Memakai kaus sweter abu-abu ketika yang lain memakai jas. Potongan rambut yang cupu. Wajahnya masih tegas seperti preman sekolah tapi aku tau dia masih bisa lembut padaku. Padahal aku sudah dingin-dinginnya. Kami tak pernah bicara apapun waktu disekolah, kecuali saat aku minta uang iuran sekolah. Aku bendahara kelas. Dia tidak pernah menjadi pria yang ribet untuk urusan hidupnya waktu itu. Dia bukan pria terpintar tapi juga bukan pria paling bawah. Cukup diam tapi lebih-lebih dalam memperhatikan.

“Kenapa ceritamu jadi sendu?” Ujar Baek.

Aku hanya terdiam, memandang Baek penuh kejujuran. Bibirku menyunggingkan senyuman yang tak pernah setulus ini.

“Tidak, Baek” Aku kembali tersadar.

“Tidak apa?” Baekhyun mengulikku lebih dalam.

“Aku tidak akan jatuh dilubang yang sama” Kalimat yang jelas terlontar menandakan aku kembali tegas pada diriku.

Setelah kejadian bajak membajak, aku meminta maaf pada Kai atas ulah
Baekhyun melalui chat kemudian kami juga sepakat untuk bertemu lagi. Ada setitik bahagia dalam diriku.

****

Seperti yang telah kusampaikan, aku dan Kai kembali bertemu setelah bebas tugas. Dia menjemputku di rumah. Dengan pakaian rapi dia masih terlihat seperti anak baik-baik. Berbeda dengan 2 pria masa laluku. Sehun dengan paras selengekan dan Kris dengan model metropolitan. Ups..kenapa aku harus sibuk membandingkan mereka dengan Kai. Kemungkinan Kai bisa lebih baik dari pada mereka. Ah..kenapa aku jadi membela dia sekarang.

Kini Kai harus berhadapan dengan Baek. Mereka terlihat beramah-tamah di meja dapur. Aku mengambilkan minum untuk mereka berdua. Baek tampak suka sekali bicara. Seperti meneliti sesuatu dari Kai.

“Jadi kau sekarang seorang tentara militer? Ah..pasti menyenangkan bisa traveling kemana-mana. Aku jadi iri” Goda Baek.

“Tidak, biasa saja. Aku tidak sampai pergi ke luar Korea. Hanya berputar disini saja, sesekali mengawal pejabat penting” Kai menjawab dengan sopannya. Sosok pria dewasa.

“Ya…aku mengerti. Kau pasti cukup terkenal dikalangan gadis-gadis ya? Mengaku sajalah…hehe” Baekhyun masih tetap menggoda.

Si troublemaker ini membuatku malu, “Baek, jaga bicaramu ya”. Lirikku pada Baek, sembari sibuk memilih kumpulan flat shoes dari dalam lemari.

Kai mengulum senyum kemudian menjawabnya ramah, “Tidak banyak gadis yang ku kenal. Sekelilingku Pria”

Yup benar! Masuk akal Kai menjawab. Baek mencoba mengganti pertayaan dengan pertanyaan yang lebih bodoh.

“Kau sudah pernah naik tank? Menembak orang? Kau punya senapan? Kau bisa membawaku naik helicopter seperti film Fifty Side of Grey tidak? Berapa isi peluru dalam sebuah pistol kecil?”

Aku hanya tidak habis pikir dengan Baekhyun. Aku hanya menggelengkan kepala, pipiku tergambar jelas bahwa aku malu dibuatnya. Tanganku menarik lengan Kai yang sedang meneguk segelas teh yang baru saja kubuat “Ayo cepat kita segera pergi” tarikku tergesah-gesah. Kai meletakkan cangkirnya lalu mengikutiku dari belakang. Baekhyun tertegun, masih menelan bulat-bulat pertanyaannya yang terlalu konyol.

“Mungkin kita akan berbincang lagi suatu saat, Baek” Kai terkekeh pelan.

“Heiii, panggil aku kakak!” teriak Baek dari arah dapur.

“Lain kali saja ya” Kai menyahut begitu hangat.

Entahlah kenapa Kai begitu ramah. Aku dicerca rasa curiga, sekaligus rasa takut terlalu larut dalam perasaan suka. Mmm..tapi kalau boleh kukatakan, dia satu-satunya pria yang bertemu dengan anggota keluargaku. Ya walupun itu Baekhyun, tapi dia tetap anggota keluargaku.  Aku kembali tersenyum tipis. Meliriknya sekilas dan memandang parasnya yang keras. Kai mengendarai mobil dengan cukup handal seperti biasanya. Menyalakan radio diperjalanan selalu menjadi hobinya. Ada lagu Lucky milik EXO di antara kita.
…….
We’re so lucky, it’s such a relief
Nothing is for certain in this world
On a day that I wore nice clothes
I met you, I was lucky
It’s because I did good in the past

“Aku suka lagu ini, Kau suka EXO?” Cobaku memulai percakapan.

“Tidak, aku menyukai lagunya tapi tidak dengan penyanyinya” Jawabnya tegas tapi dengan ritme yang lembut.

“Karena EXO kumpulan laki-laki? Atau para gadis banyak menyukai mereka?”
“Tidak juga, hanya saja aku terlalu geli melihatnya”

Aku menyerngit, dia benar-benar aneh “ah kau tak memahami ku sebagai wanita Kai”

“Benar kah?”

“Tentu saja” singkatku.

Disudut mata Kai ada sedikit rasa tergelitik, memandangku seolah-olah berkata ‘Lihat saja nanti’. Dia merasa tertantang kah?
I can call your name and I can hold your hand
Is the falling sunlight only shining on me? Can I be this happy?

So lucky, my love
So lucky to have you
So lucky to be your love, i am. Hmm…..

Sekarang aku dan Kai meluncur ke….

“Kemana kita akan pergi?” Tanya ku penasaran.

“Hehe, sejak kita pergi dan sampai ditengah perjalanan, kau baru menanyakan kemana kita pergi?  Kai balik bertanya.

“Apa itu aneh?” Aku merasa timingku tidak tepat. Bukan tidak tepat, hanya saja aku seakan percaya padanya bahwa aku benar-benar oh entahlah…maksudku…ya sudahlah mengalir saja. Intinya aku tidak bisa bicara apapun. Kim Sanny otakmu sedang kacau. Setiap perkataan kecil Kai terlalu kau resapi. Iya, aku penasaran dengan tutur bicaranya yang meragukan tapi juga santai, ramah dan menyenangkan. Hyaaa! Aku hanya membenci aura pria ini!

Kau suka film action?”

“Lumayan”

“Kita akan mencoba main film action” Aku masih bingung.

“Maksudnya?”

“Kita akan main Paintball War!”

Tawa Kai begitu lebar memperlihatkan gigi-giginya yang putih. Seketika mobil yang kutampangi belari begitu kencang.

Because you’re my first, because this song is about you
I’m smiling like this, so only you can see, are you looking at me right now?
I have a new dream, it’s to be one a better man
Because your eyes that look at me make me run once again more than anything else
So lucky, my love
So lucky to have you
So lucky to be your love, I am. hmm
****
Mobil yang kutumpangi dengan Kai berhenti diperempatan lampu merah. Mataku tertuju pada satu titik, tapi tak bisa kuhindari aku benar-benar melihatnya dalam sekejab pandanganku. Sekelebat kulihat ada sosok bayangan, sosok bayangan yang begitu ku kenal. Seperti mengintaiku dalam sebuah kaca mobil di sebelahku. Aku hanya berharap bahwa aku salah lihat, itu bukan Kris.

TBC^^